Kadang kita ada di posisi mengakibatkan konflik yang tampak seperti bencana, dan kita tak tahu apa-apa. Apakah itu kebetulan atau tidak, kita seakan tak bisa menghindarinya. Setahun yang lalu sebuah perusahaan besar telah memutuskan bekerja sama dengan perusahaan tempatku bekerja sebagai supplier utama kebutuhan tembaga. Ditandatangani kerjasama dua tahun yang akan diperpanjang setiap tahunnya. Di saat yang sama aku sedang menikmati peranku sebagai senior di divisi marketing. Dua bulan kemudian, manajerku memilih resign dengan alasan menerima pinangan dari sebuah perusahaan multinasional. Isunya, kemampuannya yang sudah tersohor di dunia marketing, membuatnya ditawari posisi lebih tinggi dengan gaji lebih dari tiga kali. Aku tidak pernah pusing akan hal itu. Sampai pada titik, posisi pimpinan divisi kosong. Nyatanya, alih-alih sulit mencari orang baru yang belum karuan akan sevisi dengan nilai-nilai perusahaan, maka dicarilah pengganti dari orang dalam. Semua terjadi begitu c
“Carrier biru, siap. Ransel, siap. Ehm... dua buah kardus, siap juga. Apalagi ya yang belum masuk...”, aku cek satu per satu barang bawaanku. 3 Januari 2014. Ya , hari ini aku bersiap-siap untuk meninggalkan 14 bulanku selama di desa Bintang Pesisir. Selesai sudah tugasku di desa Berlian tersebut. Ehm... tepatnya selesai sudah kontrak kerjaku. Atau apalah yang paling tepat, susah untuk mendefinisikan. Entah, senang, sedih, galau, bangga, atau apalah susah juga untuk didefinisikan. Yang pasti 14 bulan itu akan membuat hidupku lebih berarti. Aku pulang dengan banyak tanda tanya. Mungkinkah, mungkinkah, dan mungkinkah.... Akhirnya, dalam kesendirian kunyanyikan lagunya stinky, “Mungkinkah”. Ehm, galau iya. Trauma, iya. Tapi ada yang beda. Kemantapan hati ini semakin terbentuk. Keyakinan akan keadilan dan kemurahan-NYA, juga semakin tertata. Entah apalah artinya ini susah didefinisikan. Seminggu, terlewati. Dua minggu terlewati lagi. Serasa sudah setahun. Ehm...... 3 minggu,