Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”(QS. albaqoroh 214)
Oleh: Arkandini L.H.
Bernostalgia dengan lagu-lagu semasa SMA, otomatis kita akan menyanyikanmya dengan irama sejuta rasa. Sejuta rasa untuk kita rindukan dengan rima-rima yang beragam. Dari agama, romantika hingga ukhuwah islamiah. Disanalah kita menyemaikan benih-benih idealisme, cita-cita untuk menemukan jati diri kita yang sebenarnya. Disanalah kita tertempa, menjadi mata pisau yang tajam. Mata pisau yang diharapkan dapat merobek-robek kegelapan ini.
Kelas XII SMA memberikan kesaksian pada diriku tentang orang-orang pilihan. Tentang orang yang ditempa begitu keras hingga mereka bisa menjadi mata pisau yang begitu tajam. Sejujurnya, kelas XII memberikan puncak ketegangan pada diriku. Masa yang menuntutku untuk segera menentukan arah mata angin hidup. Ditambah lagi kunjungan kakak kelas dengan seragam almameternya menambah rasa ‘dag-dig-dug’ detak jantungku. Mereka memberi rambu-rambu masuk diperguruan tinggi dengan ragam warna almameter yang dikenakan. Ada yang hijau, biru, kuning, merah, dsb.
Berwarna apakah almameterku kelak? Kemanakah aku melangkah nanti? Bagaimanakah masa depanku? Pertanyaan tersebut selalu membayang-bayangi pikiranku. itulah ketegangan ketika saya memasuki kelas 12. Dalam cerita siroh yang saya baca, angka 12 selalu memberi arti sendiri. Ketika bani isroil diselamatkan dari kejaran fir’aun, Nabi Musa membagi mereka dalam 12 suku. Begitu pula jumlah pembela setia nabi Isa (hawariyun) juga berjumlah 12. Bahkan asabiqunal awallun(golongan orang –orang yang masuk islam paling awal ) juga berjumlah 12. Sedangkan menurut orang barat, masa yang paling menentukan hidup kita adalah saat kita memasuki perguruan tinggi. Walhasil kelas 12 juga memberikan arti sendiri, ketegangan menentukan massa depan.
Begitu juga ketegangan yang dialami orang-orang pilihan yang saya temui. Banyak yang secara ekonomis mustahil untuk kuliah. Melihat biaya yang terpatok menempuh batas jutaan bahkan puluhan juta rupiah. Jangankan mempunyai uang yang bernominalkan jutaan rupiah, untuk membeli formulir pendaftaran yang bernilai ratusan ribu rupiah merekapun berhutang. Benar-benar tak pantang menyerah.
Berikut ini salah satu penuturan teman saya yang masuk perguruan tinggi negeri dengan kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, sebut saja Fatimah “Saya mendaftarakan diri di perguruan tinggi negeri ini secara backstreet Dini(nama penulis). Orang tua saya benar-benar tidak mengijinkan saya memasuki bangku kuliah. Karena biaya yang tidak sanggup kami bayar. Bahkan formulir masuk perguruan tinggi ini dibelikan oleh salah seorang teman” Ujar Fatimah. “Bahkan ketika hari tes, saya seperti orang yang kabur dari rumah. Baru setelah sampai di kota tempat saya tes, baru telpon orang tua bahwa aku sekarang sedang di luar kota untuk tes perguruan tinggi, Sontak mereka kaget”
Lain halnya denga cerita teman saya, sebut saja namanya Ali “Saya menyiapakan biaya perguruan tinggi negeri ini semenjak SMP Dini, tapi rasa-rasanya masih jauh dari cukup untuk biaya masuk perguruan tinggi negeri. Apa saya harus menambah penghasilan dengan menjadi pedagang asongan?” begitulah katanya. Sejak itulah saya tahu mengapa Ali sangat amat jarang sekali jajan. Mungkin bisa dihitung dengan lima jari ini berapakali ia jajan selama SMA. Walaupun ia sangat berhemat dan menyiapkan anggaran kuliah jauh-jauh hari sebelumnya, tetapi masih jauh dari cukup untuk mencukupi biaya kuliah Namun, ia tak pantang menyerah .
Cobaaan memasuki perguruan tinggi tidak hanya pada masalah ekonomi saja. Ada juga yang bersitegang dengan orang tua karena memilih jurusan. Seperti teman saya yang terkenal smart, karena ia selalu menduduki ranking atas. suatu kali nyaris putus asa karena belum diterima diperguruan tinggi negeri manapun. Sebut saja namanya ‘Zainab’. Saya kaget ketika Zainab, wanita yang terkenal gigih, gigih dalam berbagai organisasi yang ia lakoni, gigih belajar dan dalam hal apapun, saat itu menelepon saya sambil menangis. “Saya bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Saya stress Dini, semua ujian masuk yang saya tempuh gagal. Kesempatan satu-satunya yang saya punya untuk perguruan tinggi negeri adalah jalur SNMPTN. Tetapi kali ini saya benar-benar stress, belajarpun tidak dapat masuk”
Apa yang terjadi dengan mereka setelah itu? “’INDAH PADA WAKTUYA” begitulah Allah memberikan jawaban. Ketika mereka tiada berputus asa dalam berusaha , ketika doa tiada lelah dilantunkan, dan harus setia dengan kesabaran sekalipun itu berat. Seperti janji Allah dalam firmanNYA: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”(QS. albaqoroh 214)
Tafsir ayat tersebut, diriwayatkan oleh ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Allah mengabarkan kepada orang-orang beriman, bahwa dunia adalah negeri cobaan, dan bahwa Allah pasti menguji mereka di dunia. Dan Allah mengabarkan kepada mereka, bahwa memang itulah yang Allah lakukan terhadap nabi Nya dan manusia-manusia pilihanNya agar jiwa mereka bagus.”
Fatimah , Ali dan Zainab kini dapat memasuki bangku perkuliahan. Mereka dapat mengembangkan sayap tidak hanya pada batas akademik. Mereka menjadi aktivis rohis, turun dilapangan menangani anak jalanan, menjuarai lomba karya ilmiah dan penelitian.
Awal mulanya Fatimah bingung dan gamang. Ketika ia telah diumumkan menerima beasiswa yang hanya berlaku untuk biaya masuk, seterusnya ia harus membayar biaya kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Keberangkatannya pun nyaris gagal. Orang tuanya dengan keras melarang ia pergi ke luar kota untuk kuliah. Hanya satu statemen yang membuat otang tuanya ridho melepaskan Fatimah. “Saya berjanji, akan membiayai kuliah saya sendiri” begitulah kata Fatimah, ia lalu melanjutkan “Padahal tahukah Dini? Sebenarnya aku sendiri tidak tahu, darimana saya bisa membiayai kuliah saya sendiri, saya nekat berangkat ketika itu. Bahkan ketika di bis air mata saya terus bercucuran mengingat seorang tokoh didesaku mencibir: ”Orang miskin aja kok kuliah? tunggu saja nanti, pasti putus ditengah jalan”
“Lalu bagaimana kamu bisa membiayai kehidupanmu?” tanyaku penuh penasaran.
“Ini semua skenario Alloh, Dini! Saya Alhamdulillah mendapatkan beasiswa lagi. Bahkan saya diberi kesempatan, dapat keluar negeri karena karya ilmiahku”
Begitu juga dengan Zainab, yang mengalami kegagalan demi kegagalan ketika masuk perguruan tinggi. Entah berapa kali ia gagal menembus perguruan tinggi negeri. Tetapi Allah memberi surprise di endingnya. Atas usaha Zainab, ia diterima diperguruan tinggi negeri yang sangat bonafide di jurusan yang favorite. Ia diterima di jalur SNMPTN. Walaupun sebelumnya ia sempat stress dan bingung karena selalu gagal menembus perguruan tinggi negeri lewat jalur masuk. Ternyata, jalur SNMPTN yang dianggap paling sulit ditembus karena harus mengalahkan ribuan pesaing diseluruh Indonesia ditambah porsi bangku yang sangat kecil, menjadi kado terindah untuk Zainab menjelang berakhirnya masa SMA.
Untuk lebih jelasnya dalam memahami surat Albaqoroh ayat 214 diatas, mari kita simak asbabun nuzul, penyebab ayat ini turun. Ayat ini turun sehubungan dengan persitiwa Perang Ahzab. nama lain dari perang ahzab adalah perang khandak. Khandak berarti parit. Kaum muslimin harus membuat parit untuk mensyiasati pasukan musuh yang sangat besar. Perang ini dipersiapkan musuh islam dengan super rapi. Baru bisa diakses kaum muslimin 20 hari sebelumnya. pasukan lawan melakukan Persekutuan yang besar antara kaum quroisy, musyrikin dan penghianatan kabilah yahudi. Jika pada zaman sekarang, dapat disebut dengan persekutuan multi nasional.
Kekuatan kaum muslimin kalah jumlah bila dibandingkan dengan jumlah kekuatan musuh. 3000 pasukan kaum muslimin harus menghadapi 10.000 pasukan lawan. Belum lagi kala itu umat muslim dilanda paceklik. Situasi yang benar-benar membuat kaum muslimin ‘syok’ dan ‘kelimpungan’. Ditengah kesusah payahan itu mereka menggali parit untuk menghambat serangan musuh. Allah menggambarkan kesulitanyang dialami kaum muslimin itu dalam qs. Alahzab: 10-11 “dan hatimu menyesak sampai ke tenggorok.”
Tidak main-main hingga dilambangkan hati yang menyesak sampai tenggorok, menggambarkan betapa sulitnya keadaan itu. Mereka harus menjamak solat duhur-ashar-magrib-isya' sekaligus!! karena gentingnya keadaan itu. Karena musuh sangat banyak sekali, mereka tidak bisa meninggalkan pos pertahanan. Apabila satu pertahanan dikuasai musuh, kaum muslimin bisa mengalami kekalahan. Mereka tidak bisa meninggalkan pos pertahanan dengan seenaknya, bahkan rasa kencingpun harus mereka tahan. Wajarlah jika Allah memberi perumpamaan ‘hati yang menyesak sampai ke tenggorok”
Para sahabat yang sedang bekerja menggali parit saat itu cukup kesulitan menggali tanah keras yang teronggok. Mereka kemudian mendatangi Rasul dan melaporkan hal tersebut. Kemudian Rasulullah turun dan dengan “Bismillah” beliau mengayunkan cangkulnya, menghantam tanah yang keras tersebut. Saat itu beliau diberi wahyu oleh Allah. Kemudian bersabda, “Allah Maha Besar. Aku diberi kunci-kunci Syam. Demi Allah, aku benar-benar bisa melihat istananya yang bercat merah saat ini.” Di hantaman yang kedua beliau bersabda lagi, “Allah Maha Besar, aku diberi tanah Persi. Demi Allah, saat ini aku pun bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih.” Hantaman yang terakhir pun diiringi sabda beliau, “Bismillah...”
kota shana..”
Hmmm..,
BERSAMBUNG...
Komentar
Posting Komentar