Langsung ke konten utama

Penampilan Pertama

Awan mendung menggumpal di atas sana. Langit yang tadinya biru muda berubah menjadi keabu-abuan. Mungkin tidak lama lagi hujan lebat akan turun. Sore ini aku harus melatih anak-anak bermain seni rebana untuk persiapan tampil besok dalam rangka peringatan hari besar kelahiran nabi muhammad yang biasa disebut maulid nabi.
Benar, hujan pun turun. Ku langkahkan kaki ini menuju sekolah sebelum hujan semakin deras. Hujan terus mengejar. Payung digenggamanku segera ku buka. Jalanan yang terbuat dari jajaran kayu ulin tidak membuat kaki kotor. Aku terus melangkah dengan gerakan semakin cepat.  Sampai di sekolah terlihat beberapa anak sedang berteduh di teras sekolah. Mereka baru saja bermain bulutangkis. Udara dingin membuat tubuh mereka menggigil. Sambil duduk di atas lantai teras sekolah, mereka berusaha menyeka air hujan yang menempel di tubuh.
Melihat anak-anak kedinginan, segera aku mengambil kunci kantor agar mereka bisa menghangatkan tubuh di dalam ruangan. Semua kunci ruangan sekolah ada di dalam kantor kecuali kunci kantor itu sendiri yang dititipkan di salah satu rumah dinas guru yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Tidak lama pintu kantor telah terbuka. Aku pun mengambil kunci ruang kelas empat yang mana besok akan digunakan untuk acara maulid nabi. Berharap sore ini bisa langsung gladi bersih. Namun, hati ini menjadi kecil. Aku pesimis anak-anak akan datang melihat hujan yang sangat deras disertai udara begitu dingin yang mampu membuat jari-jari tangan ini kaku. Apalagi kebanyakan mereka tidak memiliki payung.
Akan tetapi, pesimis pun hilang. Tidak lama aku menunggu dari kejauhan terlihat anak-anak berlarian dengan baju basah kuyup menuju sekolah. Mereka datang meski tidak ada payung di tangannya. Mereka berani berhujan-hujanan meski udara dingin menusuk setiap lapis kulitnya. Mereka telah ada di depanku dengan pakaian tidak terlihat lagi bagian keringnya. Senyuman manis terukir dari bibirnya sambil berucap, “ Maaf pak kami terlambat, hujannya kencang.” Tentu saja aku tahu alasan mereka terlambat datang. Tidak mungkin aku memarahinya. Dan tentu tidak pantas aku menganggapnya sebagai keterlambatan. Justru sebaliknya, rasa bangga dan keharuan menghiasi hati ini melihat anak-anak dengan penuh tanggung jawab terhadap tugasnya meskipun dalam kondisi cukup berat.
Segera setelah semua lengkap aku mulai latihan dan gladi bersih persiapan penampilan besok. Pesimis di hati pun muncul lagi. Hasil dari latihan masih jauh dari harapanku. Antusiasme dan keseriusan anak-anak berkurang. “Mungkin gara-gara tadi kehujanan dan kedinginan membuat mereka tidak bisa sekompak pada latihan sebelumnya”, aku menghibur hatiku.  
Waktu pun terus berjalan. Sebentar lagi matahari akan terbenam. Namun, hujan tidak juga kunjung reda. Sambil menunggu hujan berhenti, Salma menghampiriku,” Pak besok yang perempuan memakai rok hitam, bisa?” Memang untuk kostum khusus belum punya. Penampilan besok adalah pengalaman pertama mereka tampil di depan umum. Sehingga kelengkapan untuk tampil belum lengkap. Aku hanya menyarankan untuk tampil besok memakai baju muslim dan berjilbab untuk yang perempuan dan bertopi (berpeci) untuk yang laki-laki. Namun, hati ini dibuatnya bergetar. Ternyata anak-anak memiliki inisiatif sendiri untuk bisa menyamakan kostum. Untuk yang perempuan akan memakai rok hitam dengan jilbab panjang. Sedangkan yang laki-laki akan memakai kain sorban layaknya seorang kiai. Sepulang sekolah tadi mereka keliling kampung untuk mencari pinjaman rok hitam dan kain sorban. Ya, semua bukan karena perintahku tapi itu atas ide mereka sendiri. 

Hari penampilan pertama mereka pun tiba. Acara dimulai sedikit terlambat menunggu tamu undangan datang. Undangan berasal dari seluruh siswa SDN 005 Tanjung Harapan, orang tua/ wali murid, perangkat desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Acara di awali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an beserta terjemahnya yang dibawakan oleh Danil, siswa kelas 4 dan Rahman, siswa kelas 5. Acara dilanjutkan dengan pemutaran film dokumenter SDN 005 Tanjung Harapan dan desa Selengot yang telah ku siapkan sehari sebelumnya. Dan acara penampilan seni rebana pun akhirnya datang juga. Hatiku kembali dibuatnya takjub. Mulai kostum, cara mereka masuk, cara mereka memberi salam kepada tamu undangan jauh lebih baik daripada latihan kemarin.  Semangat mereka saat penampilan pun membara bagai bara api yang tak akan padam-padam. Kekompakan dan keseriusan selaras dengan alunan musik rebana yang teriring dengan gerakan-gerakan telapak tangan lembut mereka. Tamu undangan pun antusias menikmati setiap bait dari gerakan dan suara penampilan mereka. Mereka sukses pada penampilan pertamanya. Mereka bahagia. Setelah acara selesai ku sempatkan untuk foto bersama mereka, anak-anak yang akan terus mengepakkan sayap-sayapnya untuk melengkapi setiap mimpi-mimpinya. Seminggu lagi mereka diminta untuk tampil lagi. Penampilan kedua mereka di acara maulid nabi juga yang diadakan oleh desa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DISAAT TUHAN MEMILIHKAN DAN MENGARAHKAN

(The Greatest Momentum) Entah apa yang membuat aku tak juga menemukannya. Setiap kali mengikuti tes masuk kerja aku selalu gagal di saat tes terakhir. Tes kesehatan. Awal bulan Mei, aku sangat yakin akan mulai bekerja. Mendapatkan gaji. Menghidupi diri sendiri. Bersedekah. Bisa menabung. Namun, semuanya terpupus begitu saja saat tes kesehatan harus aku lalui. Gagal. Atau lebih tepatnya belum rejeki. Mulai aku bergerilya mencari informasi lowongan kerja. Warnet (Warung internet) dan warkop (warung kopi) menjadi sasaran utama. Hingga rutinitas mulai tercipta. Setiap pagi, jari-jari ini bergerak-gerik sekedar mengetik kata "Lowongan kerja 2012" di sebuah akses internet. Siangnya berganti mengembara ke warung kopi untuk mencari sisa-sisa koran hari itu. Pastinya, informasi lowongan kerja yang menjadi pencarian utama. Di samping itu, harapan besar masih mengiang-ngiang. Beberapa tes hasil jobfair yang telah ku ikuti ada beberapa yang masih berlanjut. Hingga terpaksa aku l

Menapaki Jembatan ke Arah Senja

“ Sekarang Allah telah meringankan kepadamu, dan Dia mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Jika ada seratus orang di antara kamu yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang dan jika di antara kamu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 66) By : Mei Yunlusi Irawati Permasalahan dalam hidup ini seakan tak pernah surut. Berganti dari masalah satu ke masalah lainnya. Karena inilah makna hakiki kehidupan, siklus sebuah proses pendewasaan diri. Tak kan ada ujian jika tak ada level penjenjangan kualitas diri. Tak kan ada kata baik, jika tak ada keburukan. Dan tak kan ada kata putus asa jika kita semua bersemangat. Menyadari adanya kemungkinan – kemungkinan dalam diri ini atas potensi yang ada, saya hanya mencoba mengoptimalkan usia muda yang merupakan zaman keemasan setiap makhluk di bumi ini, jika mereka menyadari. Meski tak banyak yang sudi, a

Antara Miris dengan Bangga

                Lawe-lawe merupakan sebuah kampung yang berada di selatan teluk Balikpapan. Kalau anda mau kesana, dari Balikpapan harus menyebrang dulu menggunakan kapal speed atau boat sekitar 15-20 menit. Selama penyebrangan anda akan menyaksikan pemandangan yang cukup mempesona mulai dari kapal-kapal tanker pertamina yang sedang berlabuh, aktivitas masyarakat yang menyebrang menggunakan kapal boat, ombak laut yang tiba-tiba menggulung, bahkan dapat disaksikan pula pertemuan antara air tawar dengan air laut yang cukup jelas perbedaannya. Akan lebih menarik lagi jika perjalanan dilakukan pada malam hari. Akan nampak keindahan kerlap-kerlip lampu kilang bagai kota New York.     Ini adalah pengalamanku saat kerja praktek di Pertamina Balikpapan. Hari itu Rabu di bulan Agustus. Pagi ba’da subuh aku dijemput oleh temanku yang berada sekitar 20 km dari tempat tinggalku. Sungguh semangat yang luar biasa. Meski disini sudah pukul 05.30 tapi alam masih tertutup hitam kelam seperti puku