By : Nita Rupirda Primatika
‘ If you belive in something, you should belive
that everything is possible…! That dreams do come true, never say
never.’
Waktu seakan cepat sekali berputar sesuai dengan
konstilesinya. Hari pun berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun
pun datang menghampiri. Masa-masa indah selama SMA kini menjadi
serangkaian memori yang membekas dan tak akan pernah terlupakan.
Masa-masa penuh mimpi, harapan, cinta dan persahabatan yang begitu
kentara terpatri dalam hati. Kini, tempat kita berdiri adalah
kosekuensi dari segala mimpi yang dibangun dengan penuh pengharapan.
Dan sekarang, menatap bangga segala kesuksesan para sahabat serta
mengukir segala kisah yang pernah ada adalah hal yang terlampau
berharga untuk sekedar dilupakan. Walau hanya sekedar mengurai kata,
membuka kembali kenangan-kenangan yang tersimpan rapi dalam memori,
semoga dapat menjadi pengobat rindu diantara kita.
Membicarakan sebuah mimpi yang ingin dicapai merupakan
sebuah topik pembicaraan yang sangat menarik dalam hidup. Setiap dari
kita pasti memiliki mimpi yang sangat tinggi dengan segala
pengharapan yang digantungkan kepada mimpi tersebut. Dan masa SMA
adalah masa dimana mimpi itu tumbuh terpupuk semakin subur. Mimpi
yang terangkai begitu rapi dalam sebuah cita-cita. Keinginan hati
untuk menatap masa depan lebih nyata, dapat diterima untuk
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi yang menjadi pilihan
adalah salah satu target pewujudan dalam mimpi. Dan untuk mendapatkan
kenyataan mimpi tersebut, setiap orang memiliki banyak sekali prinsip
pencapaian. Salah satu diantaranya adalah ‘ If you belive in
something, you should belive that everything is possible…! That
dreams do come true, never say never.’ Kalimat-kalimat penyemangat
seperti inilah yang diharapkan oleh kita menjadi jiwa pemberi daya
dalam pencapaian sebuah mimpi. Namun, sungguh sangat disayangkan,
mungkin sebagian dari kita mudah sekali untuk mengucap, menyimpulkan
sekaligus menyetujui kebenaran dari kalimat tersebut. Akan tetapi,
sungguh sangat ironis bila mereka menganggapnya hanya sekedar sebuah
teori semata yang sulit untuk dilaksanakan tanpa adanya perubahan
dari diri untuk melunakkan hati mencoba mengubah mindset bahwa
segalanya mungkin untuk dilakukan. Bukankah Tuhan telah melepas
segala inisiatifnya dan menyerahkan sepenuhnya kepada kita untuk
mengubah nasib? Yakinilah bahwa, telah ditetapkan tidak akan berubah
nasib jika tidak ada pengupayaan dari diri kita sendiri untuk
mengubahnya. Jangan lagi mengatakan bahwa nasib ada di tangan Tuhan,
melainkan nasib ada di tangan kita sekarang. Tinggal bagaimana
masing-masing dari kita membawa diri untuk pantas berdiri anggun
dengan berbagai pengupayaan agar nasib baik tergenggam di tangan.
Tapi inilah sifat kita, namun saya tidak akan menyebutnya menjadi
suatu kekurangan, melainkan mencoba menerjemahkan pemikiran saya dan
sebagian orang dari sudut pandang yang lebih luas dan lebih ramah
terdengar ditelinga. Mungkin, kita terlalu pandai mencari alasan
kreatif menipu diri untuk tidak melakukan apa yang pantas dilakukan
sebagai upaya pembaikkan diri sehingga menghalangi jiwa baik kita
untuk tumbuh dengan segala perbaruan. Jika tidak salah membuka arsip
memori, saya pernah bertukar pikiran dengan salah satu teman kos
semasa SMA mengenai pandangan kita tentang sebuah mimpi dengan
kalimat :
‘Knowledge
is a power, but deams is a super power. Bukan masalah seberapa besar
mimpi kita, melainkan seberapa besar kita untuk mimpi tersebut.’
Sebuah kalimat yang sangat sederhana untuk dimengerti,
bukan? Sehingga saya sendiri pun tak harus lagi menguraikan lebih
panjang lebar. Ini terbukti bahwa teman-teman yang ikut dalam obrolan
pada waktu itu, memberi komentar dan sanggup mengerti karena mereka
adalah jiwa-jiwa yang kepandaiannya tidak diragukan. Namun, saya
sungguh sangat menyayangkan karena justru seringkali kepandaian kita
menjadi penghalang bagi diri kita sendiri. Selalu saja muncul
berbagai alasan dan sanggahan yang berharap mampu mematahkan
kesediaan kita untuk memulai perubahan. Berbagai faktor pun kita
utarakan, mulai dari kapasitas personal diri yang dianggap tidak
memadai, faktor keluarga yang membelenggu, akibatnya kita
menangguhkan diri untuk dapat beraktualisasi maupun menetapkan
kebijakan dalam hidup, ataupun pengaruh lingkungan yang dirasa tidak
kondusif untuk menjadi pribadi yang tidak biasa. Bahkan, terkadang
kita pun sanggup membuat hipotesa dini tentang apa yang akan terjadi
atas konsekuensi kebijakan ataupun perubahan yang belum pernah kita
lakukan. Terbukti bukan, bahwa sebagian dari kita sebenarnya adalah
jiwa-jiwa yang hebat dan pandai? Entah kekuatan apa yang sanggup
membuat diri kita berfikir jauh untuk mendahului takdir Tuhan. Kita
terbiasa menggiring pola pikir kita kepada pola pikir yang terlalu
kompleks. Saya sadar betul bahwa ‘manusia merupakan makhluk yang
sangatlah kompleks’, seperti para filosof mengatakan. Ini semua
karena semakin pintar diri kita pasti berbanding lurus dengan semakin
banyaknya analisa dan logika yang dominan di kepala kita.
Namun, hidup ini sangatlah sederhana dan mudah. Semudah
mengurai benang yang telah terurai, untuk apa kita membuatnya rumit?
‘ Hidup ini mudah, jika kita berfikir mudah.’,
ataukah
‘ Hidup ini sulit, maka jangan dipersulit.’
Dua kalimat dengan makna yang sangat jauh berbeda,
bukan? Mana yang akan kita pilih? Hanya ada dua pilihan dalam hidup.
Berlayar dipermainkan ombak ataukah menegakkan layar menuju pantai
harapan. Maka, berbahagialah jiwa yang tahu kemana harus berlabuh.
Mengetahui tujuan hidup adalah suatu keharusan dalam diri. Karena
waktu tak selamanya sejalan dengan apa yang kita harapkan. Umur
berlalu, visi belum terumuskan. Kekuatan berkurang, misi belum
tertata. Hingga akhirnya tergadailah jiwa-jiwa kehidupan yang belum
tahu, kemana hidup ini berlabuh. Namun, menghabiskan waktu untuk
senantiasa menyetiakan diri mencari makna hidup tidak akan pernah
membuat hidup kita menjadi utuh. Karena yang di tawarkan sebagai
hasil adalah kegelisaan dan rasa tak pernah terpuaskan sehingga
mencarci-maki kehidupan merupakan jalan yang hanya satu-satunya
menjadi pilihan. Hidup itu adalah pilihan, tergantung bagaimana kita
membawa diri kita mendapatkan kedamaian dengan kebijakan yang kita
pilih. Oleh karena kita adalah makhluk yang kompleks, yang memiliki
esensi dan pemikiran yang berbeda satu sama lain yang didasari oleh
perbedaan sudut pandang, literature maupun pengalaman.
Hidup tidak akan pernah terulang, semua berlalu, dan
terus berlalu. Masing-masing meninggalkan jejak yang hanya bisa di
tengok kembali. Sementara waktu terus bergulir, hingga suatu ketika
waktu menyapa, kesadaran terbangun dan berkata, ‘ ternyata hidup
telah berlalu, dan waktu terlalu singkat untuk dilalui’. Ya, hidup
memang sangatlah singkat. Sesingkat jeda antara adzan dengan iqomah
yang terdengar mengalun merdu dalam masjid ketika waktu sholat tiba.
Yang saya amati kurang lebih hanyalah sekitar 10 menit untuk
menyiapkan diri berangkat, menyiapkan alat sholat sekaligus berwudhu
sebelum iqomah terdengar dan kemudian berdiri menghadap sang
Pencipta. Tapi, bukankah hidup kita seperti itu? Kita bernafas di
antara waktu adzan dan iqomah? Begitu kita terlahir didengarkannya
suara adzan di samping telinga kita, dan begitu kontrak nafas usai,
bunyi suara iqomahlah sebagai lagu pengantar kepergian kita melepas
dunia dan menghadap kembali ke Sang Pencipta? Memang benar, alam
adalah sebaik-baiknya pertanda. Jikalau manusia sanggup mengkalkulasi
seberapa lama kontrak nafasnya di dunia, pasti akan sangat jauh
berbeda dengan apa yang akan dilakukannya sekarang. Tapi yang pasti,
raga ini terbatas dan akan lelah pastinya sebelum akhirnya berhenti
dan beristirahat. Gajah mati meninggalkan gading, namun manusia mati
meninggalkan nama. Menjadi manusia yang berarti, lalu mati adalah
hadiah perpisahan terbaik untuk dunia ini. Oleh karena itu, mencoba
mengabadikan setiap pemikiran dan membagikannya kepada orang lain
adalah cara baik untuk menjadikan hidup kita lebih kaya, karena waktu
yang menyertai kemampuan raga ini terbatas untuk melakukan dan
mencari pengalaman hidup ini seorang diri.
Lakukan apa yang harus kita lakukan, abaikan setiap hal
yang pantas diabaikan dan focus terhadap tujuan adalah satu-satunya
cara agar Tuhan yang Keesaannya tiada berbanding mengutuhkan hidup
kita. Semoga Tuhan memeluk erat mimpi-mimpi kita dalam Kuasa
penyelamatanNya.
Komentar
Posting Komentar